Laman

Senin, 14 Juni 2010

Akupunktur dan Neurosains : Kajian Neurotransmiter dalam Metabolisme Sel

Akupunktur dan Neurosains :
Kajian Neurotransmiter dalam Metabolisme Sel
Jan S. Purba

Pendahuluan
Neurotransmiter sebagai Mediator dalam kehidupan sel
Kondisi sel yang merupakan bagian terkecil pembentuk organ akan menentukan kualitas hidup manusia. Pada dasarnya secara fisologik kehidupan dan kelanjutan fungsi sel secara biologik diatur secara genetik oleh biologis sel itu sendiri. Dalam proses pengaturan kehidupan biologis sel itu secara genetik maka sel membutuhkan perangkat seperti energi berupa ATP, bahan pernafasan seperti oksigen dan keberadaan neurotransmiter baik yang bersifat sebagai stimulan atau juga inhibisi terhadap aktivitas sel itu sendiri. Kebutuhan untuk stimulasi atau inhibisi terhadap sel adalah untuk mempertahankan keseimbangan fungsi dan struktur sel itu sendiri. Jika keseimbangan terganggu maka organ secara keseluruhan baik fungsi ataupun struktur akan mengarah pada kondisi patologis yang membutuhkan penanganan secara medis baik dalam bentuk terapi farmaka maupun non-farmaka. Penanganan secara farmakologik maupun non-farmakologik mendasar pada masalah defisiensi terhadap kesanggupan sel dalam menjaga keseimbangan baik melalui stimulatorik maupun inhibitorik neurotransmiter dan neurohormonal.

Akupunktur dan metabolisme sel
Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa tindakan akupunktur berefek terhadap perubahan tatanan biokimiawi berupa neurotransmiter termasuk neurohormonal dan neuroimunologi di susunan saraf pusat di otak. Kejadian di otak ini selanjutnya akan berefek terhadap sekresi neurotransmiter ke otot, batang otak sampai kembali ke otak sentral yang akan mengatur secara keseluruhan metabolisme sel. Perubahan sensasi ini secara umum terhadap fungsi tubuh antara lain menyangkut fungsi sistem imun yang berperan dalam memproteksi tubuh dari serangan infeksi, menyangkiut regulasi dan pengaturan fungsi kardiovaskuler, metabolisme, pengaturan suhu tubuh serta perilaku. Perubahan fungsi melalui sensasi neurohormonal ini dibuktikan melalui beberapa penelitian tentang penusukan pada titik akupunktur yang mengaktifkan aksis Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) dan secara langsung menghasilkan ACTH, opioid endogen seperti ß-endorfin serta kortisol. Opioid endogen seperti ß-endorfin berperan sebagai analgesik yang berprinsip sebagai terapi nyeri sesaat dan induksi tidur secara tidak langsung. Selain itu stimulasi sentral terhadap aksis HPA akan berperan dalam hal pengaturan metabolisme, perilaku dan sistem endokrin yang kesemuanya ini berperan dalam pengaturan fungsi sistem saraf dalam hal neuroendokrin, sirkadian tidur, pengaturan temperatur serta rasa lapar.

Mekanisme kerja akupunktur
Mekanisme kerja akupunktur bisa pada tingkat lokal, segmental, dan sentral.
Pada reaksi tingkat lokal didaerah sekitar penusukan akan mengakibatkan calor dari jaringan disekitarnya sebagai respons untuk merangsang reaksi imun. Reaksi imun ini bisa berupa sekresi histamine oleh sel mast, bradikinin, serotonin, asetilkolin dan kalium, substansia P (SP) prostaglandin beserta peptida lain mengaktivasi serabut aferen nosiseptif mengakibatkan nyeri. Reaksi lokal merupakan reaksi inflamasi kecil bisa mengakibatkan sintesis opioid endogen sebagai anti-nosiseptif. Setelah pencabutan jarum, distribusi potensial listrik di sekitar tepi jejas saraf menimbulkan medan potensial listrik yang bertindak sebagai stimulator terhadap ujung saraf bebas di kulit selama 72 jam setelah penusukan. Sifat stimulasi ini bervariasi menurut jenis jarum, keadaan tusukan, kualitas jaringan dan kesiagaan sistim saraf dari pasien itu sendiri.
Mekanisme tingkat segmental melibatkan segmen-segmen myelotom, neurotom, somatom, dan viserotom. Penusukan pada titik akupunktur menyebabkan pelepasan peptida-peptida di dalam sumsum tulang belakang yang memodulasi trasmisi informasi nosiseptif menuju susunan saraf pusat yang mempunyai efek inhibitoris pada interneuron di lamina rexed V medulla spinalis. Inhibisi ini dimediasi oleh opiate-relieving system. Reaksi regional ini bisa berdampak lebih luas mencapai 2 – 3 dermatom termasuk viserokutaneus, muskulo-kutaneus dan muskulo-viseralis, dan refleks vegetatif, regangan dan polisinaptik segmental. Stimulasi daerah somatik atau viseral, baik berupa stimulasi mekanik, kimiawi atau elektrik mengakibatkan perubahan aktifitas sel-sel di kornu dorsalis medula spinalis. Perubahan terutama berupa penurunan persepsi nyeri.
Sedangkan pada tingkat sentral stimulasi penusukan jarum di daerah perifer akan diteruskan ke ventroposterior nukleus talamikus yang selanjutnya diproyeksikan ke korteks. Di midbrain ditemukan cabang-cabang kolateral menuju periaquaductal grey matter (PAG). Dari sini akan diproyeksikan ke nukleus rafe magnus (NRM) dan ke nukleus retikularis paragigantoselularis (NRPG) di medula oblongata. Stimulus ini kemudian melalui serotonergik dan noradrenergik akan menginhibisi aktivitas di substansia gelatinose. Jaras hipotalamus-hipofisis menjadi aktif mengakibatkan sekresi beta-endorfin ke pembuluh darah dan cairan otak (CSF) menyebabkan efek analgesia dan homeostatis dari beberapa sistem, termasuk sistem immun, kardiovasular, respiratorik, serta proses penyembuhan. Hilangnya atau berkurangnya rasa nyeri, sedasi dan euforia pada terapi akupunktur merupakan efek jangka panjang dari neuropeptida, endorfin dan enkefalin.

Kesimpulan
Efek penusukan jarum akupunktur akan membuka luas kajian tentang peranan neurotransmiter dalam ilmu Akupunktur. Pendekatan utama dalam kajian mengenai cara kerja akupunktur mendasar pada pengetahuan tentang jaras jaringan saraf terhadap organ tubuh yang juga berarti metabolisme sel organ. Selanjutnya metabolisme sel baik yang mendasar pada aktif atau pasif transport dari dinding sel membutuhkan pengetahuan tentang biologi molekuler menyangkut fungsi reseptor dan segala perangkatnya. Berdasarkan hal yang disebut diatas maka penggunan terapi non-farmaka Akupunktur dalam berbagai patologi baik yang akut maupun kronik sangat signifikan.


PIT PDAI 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar